Tentang Saya
Saya Adrian.
Teman-teman terdekat juga mengenal saya dengan panggilan Benn (iya, dituliskan dengan 2 N).
“Saya + sebuah nama” tidak cukup untuk mulai mengenal seseorang. Dalam interaksi sehari-hari misalnya, pada saat berkenalan atau dikenalkan dengan seseorang, nama akan selalu diikuti dengan serentetan kalimat lain sebagai identitas bergantung pada situasi dan kondisinya.
Sepengamatan saya, identitas tambahan yang paling sering diucapkan adalah mencari kekerabatan atau relasi terdekat dengan lawan bicara. “Saya + sebuah nama, putranya/putrinya/kakak/adik/temennya + nama kedua“, supaya terjalin kedekatan dengan lawan bicara. Dalam konteks tulisan blog ini, sulit untuk menyebutkannya karena saya juga tidak tahu siapa Anda yang sedang membaca.
Identitas tambahan selanjutnya bisa berupa identitas keturunan, tempat tinggal, atau tempat asal, untuk mencari akar yang sama. Saya orang Jawa berdasar garis keturunan dari Ibu (tepatnya Purwokerto); saya orang Maluku dari Bapak (dan memiliki nama marga Maluku); saya tinggal cukup lama di Bandung sehingga dengan meyakinkan bisa mengaku sebagai orang Sunda, lengkap dengan dialeknya; dan saya menghabiskan masa kecil di berbagai kota (Purwokerto, Fak-Fak, Jayapura, Banjarmasin, Bandung, Semarang). Jawaban pertanyaan “asalnya dari mana” itu biasanya agak panjang. Namun sekarang ini dengan domisili saya di Stockholm, Swedia, tidak pernah sebelumnya dengan mudah saya bisa jawab pertanyaan itu dengan sesederhana “I’m Indonesian“.
—
Apa lagi setelah itu? Mungkin, identitas profesi, aktivitas, dan tempat kita dalam masyarakat. Saya jadi bertanya-tanya. Apa yang membuat seseorang berhak menyandang sebuah identitas tertentu? Katakanlah, “Saya sarjana“, itu bisa dibuktikan dengan selembar kertas yang membutuhkan proses sistematis dan terukur untuk mendapatkannya. Bagaimana jika “Saya penulis“? Tulisan seperti apa yang bisa memberi seseorang hak mendapatkan identitas tersebut? Haruskah identitas ini sesuatu yang bisa dinilai dengan (dan menghasilkan) uang?
Ah, maaf melantur. Kembali pada topik.
Saya beraktivitas dalam bidang musik. Untuk waktu yang lama saya terlibat dalam paduan suara mulai dari tahun 1999 dengan Gita Puja Wiyata SMU Negeri 3 Semarang hingga terakhir sempat uji coba dengan S:t Jacobs Kammarkör di Stockholm tahun 2017, namun pada akhirnya saya memutuskan untuk berhenti sejenak dari paduan suara. Sekarang ini saya aktif bermain gamelan di Stockholm bersama grup Gongbron di bawah pimpinan seniman Swedia Bapak Urban Wahlstedt, serta bersama grup Parakanca Duta yang berisikan mahasiswa-mahasiswa Indonesia.
Saya menulis musik dan merancang bebunyian untuk media interaktif, dalam profesi yang dikenal sebagai Sound Designer yang diawali di Agate Studio tahun 2010 (kemudian menjadi unit terpisah bernama Agate Simfonia tahun 2011) hingga tahun 2016. Saya juga sempat aktif di KlabKlassik, Bandung, dalam bentuk diskusi-diskusi dan memfasilitasi pertunjukan bagi para penampil baik itu lokal maupun mereka yang datang dari mancanegara. Kemudian ada pula eksplorasi artistik musik dan bebunyian, yang tertuang antara lain dalam sebuah pameran sound art di tahun 2015 bertajuk SADA, hingga eksplorasi sastra dalam bentuk musik dan gerak dalam Poemuse di tahun 2016.
Saya juga pernah berprofesi sebagai Game Designer bersama dengan Ekuator Games, dengan hasil game berjudul Celestian Tales: Old North yang rilis pada bulan Agustus 2015.
—
Meski begitu beragam, ada benang merah yang bisa saya tarik dari pengalaman-pengalaman tersebut; bahwa ini adalah tentang menghadirkan sebuah pengalaman untuk orang lain. Pengalaman bisa berupa menikmati musik dalam sebuah ruang pertunjukan, pengalaman bunyi bagi dalam game dan instalasi pameran, hingga pengalaman bermain dalam game.
Benang merah ini masih berlanjut dalam koridor minat saya menjadi seorang UX designer dengan studi Master di bidang Interactive Media Technology di KTH Royal Institute of Technology, Swedia. Dan kini pun benang merah ini masih berlanjut dalam eksplorasi bunyi sebagai medium komunikasi non-verbal dalam interaksi manusia dengan robot, dalam riset S3 saya yang juga masih di KTH sejak tahun 2018.
Dan di sinilah saya, Juli 2020. Entah pengalaman-pengalaman apa lagi yang menanti nanti, kita lihat saja.
Salam kenal.